Selasa, 29 Oktober 2013

Dilatasi Waktu

Saya sering kali mendengar orang yang mengeluh. Katanya, waktu begitu cepat berjalan. Saya juga sering merasa demikian. Beberapa waktu ke belakang ini, saya membuat beberapa kemajuan kecil dengan membuat waktu menjadi terdilatasi. Tentu saja, maksudnya secara relatif terhadap diri saya sendiri. Hahaha. 


Buat saya, ada tiga hal yang bisa membuat waktu menjadi terasa begitu lama.

  1. Waktu yang "gemuk" dan melelahkan
    Saat kita membuat waktu itu menjadi "gemuk" dan melelahkan, waktu akan terasa lebih lama. Bisa jadi karena kita sangat fokus dan membuat otak lelah, kerja keras sampai otot lelah; atau memang sangat membenci keadaannya alias capek hati.

  2. Memotong waktu menjadi bagian kecil
    Kedua dengan memotong dan merencakan hal menjadi bagian-bagian kecil. Saya pakai aplikasi widget penghitung hari mundur di ponsel. Sangat membantu mengingatkan waktu dan membuat sisa-sisa hari jadi semakin berharga. 

  3. Menuliskannya
    Sejak kecil saya menyukai waktu sendirian. Bukan kesepian, pun kehidupan sosial saya tidak buruk, kok. Saya hanya sangat suka bermain dengan "teman" lain di kepala saya, kemudian kami menulis. Menulis itu membuat kami berdua lelah. Itu membuat waktu saya cukup terdilatasi. Ketika saya membaca lagi tulisan itu, saya menjadi lebih memahami diri saya sendiri.

Minggu, 27 Oktober 2013

Pulau Nami untuk yang Mau Jatuh Cinta (Lagi)















Liburan kali ini saya pergi ke Pulau Nami. Di tempat inilah film Winter Sonata -yang bikin saya sesenggukan itu- mengambil adegan paling romantisnya. Ah, iya ... ini sepotong lagu dari suara ngepas dan gitar cempreng saya yang mengiringi. Semoga tidak basi untuk menemani hari. Sungguh pulau ini adalah tempat yang indah untuk (mengingat rasanya) jatuh cinta (lagi) dengan manisnya hari dan daun warna-warni.

P.S. Terima kasih untuk tiga kakak-kakak ganteng Chuncheon Famliy! 

Senin, 21 Oktober 2013

Makanan Kesukaanku di Korea

Ada banyak cara untuk melayani perut selama program pertukaran pelajar di Korea. Setelah cerita tentang adab makan dan budaya makan anak kuliahan yang normal, sekarang aku mau cerita tentang makanan-makanan kesukaanku selama di Korea. Oia, ada cerita menarik di balik setiap makanan itu, loh! Sini-sini kuceritakan!
Nah, kalau ini namanya Camci Chiggae. Ini sup tuna yang paliing aku suka. Rasanya pedas, tapi membuat adiksi dan hangat perut

Kadang juga makannya masak-masak sendiri, kok. Nebeng masak di kosannya teman. Waktu itu, kami masak nasi goreng khas Indonesia. Di lain waktu, temanku membuat makanan khas dari temanku masing-masing. Oia, kalau ini grup Asia Tenggara + Asia Timur. Yeay ASEAN+!


Kalau ini namanya Campong. Sup Korea yang pedas tapi enak tapi pedas tapi enak. 

Kalau ini sih sudah dibahas di posting sebelumnya. Ini makanan harianku! Sehat? Banget!

Di dekat kampus Chuncheon ada satu restoran mie Vietnam yang enak. Namanya Hanoy Byeol. Vietnam yg terkenal dengan mie-nya itu benar-benar nendang mie-nya. Serius! Nomor dua setelah Indomie!

Nyum nyum. Kalau ini namnaya Pongopang. Kue ikan ini isinya kacang merah. Enaaak banget kalau dimakan waktu hangat-hangat.

Hummm ini apa ya... Aku lupa namanya. Sebenarnya ini adalah makanan Jepang. Kamu bisa lihat kan di situ ada ikan mentah? Tapi makanan Jepang ini sudah dimodifikasi dengan rasa Korea. Makanya, di situ bisa dilihat sambal merah. Sambal merah itu adalah Gochujang (pasta khas Korea)

Dalkkalbi Chuncheon! Aaaaah ini yang paling enak sedunia. Ayam, sambel Korea, panas-panas, dimakan bareng temen-temen di musim dingin. Ah udah laaah..... 

Ini apa ya.. Humm... Ini makanan aneh yang kubeli di Seoul. Rasanya lucu banget, soalnya lauk yang basak-basah di pinggir itu rasanya dingin....


Yang ini namanya Pat bingsu. Kalau hari sedang hujan, paling enak makan es krim ini. Harganya cuma 3500 won. Lucu kan, kenapa malah di kala hari dingin kami suka minum yang dingin-dingin? Jawabannya adalah untuk membantu badan beradaptasi dengan suhu dingin. Kalau malah ditolak dinginnya, kita bisa terjebak dalam selimut lalu malas begerak keluar. Mager terus di kamar dan istilahnya sih ngebabi (alias pingging out atau penggemukan)
Nah kalau ini namanya Cikin. Cikin alias Ciken adalah makanan kebersamaan buat mahasiswa. Biasanya kami akan pesan satu box ayam goreng ini untuk dikiirm ke kamar. Lalu, dimakan bersama-sama. Nggak nanggung-nanggung, makan beginian jam 11 malam. Itu pun temannya adalah minuman soda. Rasanya penuh dosa banget kalau diingat-ingat. Yatapi nggak papa, karena ini pun occasional. Enjoy!

JJS (Jalan-jalan Sore)






Sabtu, 19 Oktober 2013

Moeslem Society

Banyak mengeluh tentang berhijab di negara Suju dan soju ini membuat saya menyesal. Why am I mad about one of the best decisions I have ever made? Dipikir lagi, boleh jadi ini karena saya tidak tinggal di ibu kota. Tinggal di Chuncheon -sebuah daerah sub-urban jika tidak ingin dikatakan deso, haha- rasanya seperti 'alien', tapi kalau sudah ke Seoul, ya biasa saja, sih. Harusnya, lama-lama di sini pun jadi biasa saja, sih.

Beruntung ada perkumpulan mahasiswa Indonesia yang mengenalkan saya pada Moeslem Society di Chuncheon. Hari ini kami semua berkumpul untuk menghadiri halal bi halal Idul Adha. Ini adalah kedua kali saya mengikuti pertemuan dengan mereka. Komunitas ini punya ruangan sediaan kampus (basecamp) yang biasa kami sebut "our masjid". Sedangkan sebelumnya kami pergi kopi darat ke kafe.

Ada sekitar 50 orang yang menghadiri halal bi halal ini. Bisa ditebak, yang ada orang-orang Timur Tengah, Asia Selatan dan Tenggara. Oia, ada juga dua orang Korea yang datang ke acara ini. Mereka tidak beragama Islam (bahkan saya tidak tau apa mereka mengenal Tuhan), mereka hanya datang dan melihat (saja [dulu]). Yah, semoga. Oh, semoga. Amin.

Hari ini saya merasa sangat nyaman. Kalau boleh udik, saya mau bilang ini pertama kalinya saya diimami oleh orang Arab. Saya suka lantunan bacaan Qur'annya yang empuk. Saya suka bisa berkomunikasi dengan mereka yang mulutnya banyak berdzikir, bahkan dalam sekadar percakapan. Rasanya kangen, kangen. Apalagi kalau ngobrol kata sapaannya "brother-sister" begitu. "Alhamdulillah, we've arrived, sister!", kemudian "ah.. jazakallah khairan katsiran, syukron for dropping us to here, brother!" *opening the door*

Sisters! 
Komunitas Muslim di Chuncheon berkumpul bersama
Malam yang spesial, karena malam ini kami, warga Indonesia, yang menyiapkan makanan untuk jamuan malam. Potret ini adalah Mas Muhlisin alias Pak RT sedang meladeni makanan Indonesia. Pecel!
Makan bersama

Makasih ya Allah udah nemuin aku sama mereka di tempat yang gersang ini.

Bonus: Naveed and our little beautiful doll, Ashia. Oia, semua foto yang ada di sini punya Naveed :)

Rabu, 16 Oktober 2013

Sakit di Kampus

Saya pernah dua kali sakit waktu jauh dari orang tua. Kalau saya sakit, yang ada di pikiran saya cuma ibu dan ibu. Karena dari kecil yang mengurus saya kalau sakit ya ibu. Termasuk yang marah karena saya nggak bisa mencegah diri untuk jatuh sakit. 

Di Korea, yang merawat saya adalah Kak Isna dan klinik kampus. Enaknya kuliah di sini, kalau sakit bisa dapat obat dan konsultasi gratis. Walaupun obatnya terbatas untuk penyakit ringan, minimal merasa diperhatikan dokter. Kalau ada "apa-apa" tidak kalang kabut, deh, kita. Tenang kan jadinya.


Jumat, 11 Oktober 2013

Paling dan Paling

Owl (dosen) adalah salah satu dosen favoritku. Ia mengajar di kelas percakpan bahasa Inggris. Kelasnya selalu aktif; metoda mengajarnya inovatif. Hari ini, ada satu yang spesial. Owl mengajak seorang English native speaker, yaitu Greg, dari Inggris. Ia adalah seorang Couchsurfer, backpacker sejati yang sudah pergi keliling ke berbagai negara di dunia dan memintanya untuk berbagi pengalaman di kelas.

Owl menyilakan semua murid di kelas untuk bertanya pada Greg tentang apa saja. Tujuannya sederhana: supaya kami bicara. Ada yang bertanya tentang pengalaman paling mengesankan, negara yang paling sulit birokrasinya untuk dapat visa, negara dengan orang-orang yang paling baik, negara dengan pemandangan yang paling cantik, negara yang paling Greg sukai.

Namun kemudian Owl menyela sebelum Greg menjawab.



Kenapa Paling?
"Budaya orang Korea adalah budaya orang perfeksionis dan superior. Mereka selalu menginginkan sesuatu yang paling. Termasuk dalam bekerja dan berpakaian. Mereka selalu berkompetisi dan mereka tidak akan maju kalau mereka tidak benar-benar ahli di bidangnya. Lain dengan budaya di Amerika. Mereka adalah orang-orang yang terbuka dan tidak takut salah. Go! You gotta try! You have to express your happiness, sadness! You have to go wrong! Try! That's okay!"

Mungkin salah satu penyebab mengapa orang Korea sulit berbahasa asing meskipun sudah belajar sejak kecil adalah karena mereka terlalu malu untuk latihan. Padahal, bahasa adalah keterampilan, bukan pengetahuan. Saya yakin pelajaran yang diberikan di sekolah sudah cukup banyak. Negara ini juga salah satu negara dengan pengeluaran terbesar untuk pendidikan. Tapi, buat orang Korea, masalahnya adalah malu kalau tidak sempurna--tidak jadi yang paling. Maka, kembali ke pasal satu. Hahaha.

Bagaimana Kalau Tidak Paling?
Ini membuat saya berpikir apakah di sendi kehidupan lain mereka akan merasa tertekan juga kalau tidak jadi yang nomor satu. Mungkin ini salah satu alasan mengapa walaupun sudah hidup sejahera dengan GDP nomor 12 di dunia, namun dalam hal Rangking of Happiness (UNSDSN, 2013) Korea adalah nomor 41 di dunia.

Bagaimana dengan di Indonesia?
Saya merasa sangat beruntung tinggal di Indonesia. Indonesia adalah negara moderat. Di Indonesia tentu masih ada nilai-nilai sosial bahwa kita harus bekerja keras dan berjuang untuk menjadi yang terbaik. Tapi, kita tidak punya konsep kesempurnaan adalah yang utama. Konsep itu hanya ada di sekolah yang memberikan sistem ranking. Itu sudah dihapuskan sejak saya SMA. Itu adalah sistem yang feodal. Indonesia memang rendah dalam hal GDP perkapita dan jika dibandingkan dengan Korea, Indonesia sepuluh kali lebih rendah. Namun dalam hal Rangking of Happiness, kita ada di nomor 76, tidak terlalu jauh dari Korea. Menurut data tersebut, Indonesia punya tingkat kebebasan pilihan hidup dan kedermawanan yang lebih baik dari pada Korea. Oh, bahkan tingkat kedermawanan Indonesia adalah yang paling tinggi di dunia. Terima kasih, orang Indonesia! Saya mau pulang! Saya semakin mengerti betapa enaknya hidup di Indonesia.

Ada satu hal lagi yang membuat saya berpikir tentang "paling". Kata ini bisa membuat kita lupa bahwa setiap hal di dunia ini punya sisi positif yang tidak bisa dibandingkan dan hanya bekerja sesuai situasi di sekitarnya.

Kamis, 10 Oktober 2013

Kelas Daring Alternatif

Setiap hari Selasa saya akan libur. Muahahaha ...

  

Kemarin, Pak Myungsoo (dosen saya) mengumumkan bahwa beliau menemukan bentrok jadwal. Ceritanya, beliau dipilih untuk memimpin salah satu departemen di organisasi luar kampus dan jadwal bekerjanya bertabrakan dengan jadwal mengajar di kelas, sehingga dengan terpaksa beliau memindahkan jadwal kelas saya ke kelas malam. Di lain pihak, saya dan beberapa teman lainnya bertabrakan jadwal.

Bagaimana kampus menyelesaikannya?

Akhirnya, Pak Myungsoon mengambil inisiatif untuk membebaskan kami yang berhalangan hadir dari keharusan untuk datang ke kelas.

Huahahaha. 

Sebagai gantinya, beliau menyediakan unggahan seluruh materi yang bisa diakses oleh setiap murid. Caranya, mahasiswa hanya perlu log in ke website dan klik kelas yang bersangkutan, belajar, kemudian mengirimkan tugas-tugas melalui e-mail dosen. Wah, bagus juga kalau diterapkan di Undip. Inspiratif. Nanti kelas pasti sepi.

Online course resource of Pak Myungsoo's class


***

Oia, salah satu karib saya yang kuliah di MIT merekomendasikan EDX untuk alternatif kuliah daring (dalam jaringan [a.k.a onlen]). Pelajarannya gratis dan asyiknya lagi mereka juga menyediakan sertifikat. Lumayan, kalau kamu punya waktu luang dan merasa perlu untuk "menyegarkan pikiran". Selamat belajar!

Ini ada bonus foto-foto cantiknya kampus di musim gugur!



Rabu, 02 Oktober 2013

Free Trip

Sering kali saya membenci fotografi karena ia mengambil jatah saya untuk menguraikan cerita dengan kata-kata. Pada gilirannya saya cukup melihat sedetik saja sudah terasa segalanya. Apa lagi kalau cerita itu datangnya dari kamera orang lain. Duh, jadilah jari-jariku lumpuh.

Beberapa tangkapan kamera yang saya suka datang dari Btiti—seorang teman baik semua mahasiswa internasional di KNU. Selama dua hari di awal Oktober ini, seluruh mahasiswa internasional di provinsi Gangwon melakukan pertemuan dalam acara bertajuk "Cultural Exchange" bertempat di kota Pyeongchang, tempat yang akan menjadi tuan rumah olimpiade musim dingin 2018 nanti. Semua biaya akomodasi dan transportasinya dibiayai oleh pemerintah setempat.

Berfoto bersama di Pantai Gyeong-po, Gangwon-do

Saya merasa sangat beruntung karena punya kesempatan liburan ini. Bersama dengan dua kakak baru, bertemu orang-orang baru dengan isi kepala yang berbeda, ke salah satu tempat yang paling indah yang pernah saya singgahi sampai detik ini. Gratis, lagi! Hehehehe ...

My gang \m/

Selama dua hari kami tinggal di Alpensia resort. Rasanya seperti tinggal di cerita Cinderella!

Jalan-jalan sore dan bermain di lapang. Saya yang di balik kamera. Hahaha ...

Malamnya, kami main juga di auditorium. 

Kali ini disuguhi penampilan musik tabuh tradisional Korea dilanjutkan dengan modern-dance ala boyband; sampai main kereta-keretaan; penampilan ber-Gangnam dan Gentleman; Naveed my big buddy

Spechless... Masih banyak memori lain di salah satu provinsi yang paling cantik dan virgin di Korea ini. Kami pergi ke peternakan domba dan museum, dan bercakap-cakap, dan berpelukan, dan berfoto-foto.


Terima kasih, KNU! Terima kasih Undip! Terhitung 18 juta biaya kuliah yang harus saya tanggung demi masuk Undip, tapi tak terhitung kesempatan belajar dan mencoba banyak hal di sini dan di sana! Terima kasih juga Btti. The photo credit goes to you!