Jumat, 11 Oktober 2013

Paling dan Paling

Owl (dosen) adalah salah satu dosen favoritku. Ia mengajar di kelas percakpan bahasa Inggris. Kelasnya selalu aktif; metoda mengajarnya inovatif. Hari ini, ada satu yang spesial. Owl mengajak seorang English native speaker, yaitu Greg, dari Inggris. Ia adalah seorang Couchsurfer, backpacker sejati yang sudah pergi keliling ke berbagai negara di dunia dan memintanya untuk berbagi pengalaman di kelas.

Owl menyilakan semua murid di kelas untuk bertanya pada Greg tentang apa saja. Tujuannya sederhana: supaya kami bicara. Ada yang bertanya tentang pengalaman paling mengesankan, negara yang paling sulit birokrasinya untuk dapat visa, negara dengan orang-orang yang paling baik, negara dengan pemandangan yang paling cantik, negara yang paling Greg sukai.

Namun kemudian Owl menyela sebelum Greg menjawab.



Kenapa Paling?
"Budaya orang Korea adalah budaya orang perfeksionis dan superior. Mereka selalu menginginkan sesuatu yang paling. Termasuk dalam bekerja dan berpakaian. Mereka selalu berkompetisi dan mereka tidak akan maju kalau mereka tidak benar-benar ahli di bidangnya. Lain dengan budaya di Amerika. Mereka adalah orang-orang yang terbuka dan tidak takut salah. Go! You gotta try! You have to express your happiness, sadness! You have to go wrong! Try! That's okay!"

Mungkin salah satu penyebab mengapa orang Korea sulit berbahasa asing meskipun sudah belajar sejak kecil adalah karena mereka terlalu malu untuk latihan. Padahal, bahasa adalah keterampilan, bukan pengetahuan. Saya yakin pelajaran yang diberikan di sekolah sudah cukup banyak. Negara ini juga salah satu negara dengan pengeluaran terbesar untuk pendidikan. Tapi, buat orang Korea, masalahnya adalah malu kalau tidak sempurna--tidak jadi yang paling. Maka, kembali ke pasal satu. Hahaha.

Bagaimana Kalau Tidak Paling?
Ini membuat saya berpikir apakah di sendi kehidupan lain mereka akan merasa tertekan juga kalau tidak jadi yang nomor satu. Mungkin ini salah satu alasan mengapa walaupun sudah hidup sejahera dengan GDP nomor 12 di dunia, namun dalam hal Rangking of Happiness (UNSDSN, 2013) Korea adalah nomor 41 di dunia.

Bagaimana dengan di Indonesia?
Saya merasa sangat beruntung tinggal di Indonesia. Indonesia adalah negara moderat. Di Indonesia tentu masih ada nilai-nilai sosial bahwa kita harus bekerja keras dan berjuang untuk menjadi yang terbaik. Tapi, kita tidak punya konsep kesempurnaan adalah yang utama. Konsep itu hanya ada di sekolah yang memberikan sistem ranking. Itu sudah dihapuskan sejak saya SMA. Itu adalah sistem yang feodal. Indonesia memang rendah dalam hal GDP perkapita dan jika dibandingkan dengan Korea, Indonesia sepuluh kali lebih rendah. Namun dalam hal Rangking of Happiness, kita ada di nomor 76, tidak terlalu jauh dari Korea. Menurut data tersebut, Indonesia punya tingkat kebebasan pilihan hidup dan kedermawanan yang lebih baik dari pada Korea. Oh, bahkan tingkat kedermawanan Indonesia adalah yang paling tinggi di dunia. Terima kasih, orang Indonesia! Saya mau pulang! Saya semakin mengerti betapa enaknya hidup di Indonesia.

Ada satu hal lagi yang membuat saya berpikir tentang "paling". Kata ini bisa membuat kita lupa bahwa setiap hal di dunia ini punya sisi positif yang tidak bisa dibandingkan dan hanya bekerja sesuai situasi di sekitarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar