Jumat, 20 September 2013
Sandang di Kandang
Selama tinggal di Korea, saya merasa lebih mandiri. Dulu waktu kuliah saya tergantung sama Farah (nama motor saya) dan menyerahkan segala urusan pakaian di laundrymat terdekat. Tapi, sekarang ceritanya berbeda. Pertama saya harus pergi ke mana-mana dengan berjalan kaki, serta mengurus sandang di kandang sendiri.
Di entri kemarin, tentang asrama, masih ada satu sudut yang belum saya eksplorasi, yaitu tempat cuci-cuci! Tempat cuci ini ada di lantai bawah tanah. Untuk menggunakan mesin cuci ini, kita harus membayar 100 won untuk 12 menit. Jika waktunya kurang, bisa memasukkan koin lagi. Biasanya, saya akan memasukkan 600 won atau kalau dikonversikan menjadi Rp6.000,00, dengan frekuensi mencuci 4 kali sebulan. Cukup murah jika dibandingkan dengan biaya waktu dan kesempatan kalau kita memilih untuk mencuci dengan tangan, tapi gratis.
Mesin apa tangan? |
Clung ... |
Kalau kita tidak punya uang koin, uang koinnya bisa ditukarkan di mesin Pak Ogah ini. |
Kalau sudah kering, bisa disetrika sendiri di sini |
Asrama Gukjiwon dan Isinya
Setelah saya menulis entri bertapa serunya berinteraksi dengan tiga teman sekamar dari Korea, sekarang saya akan keluar kamar dan jalan-jalan di sekitar.

Dari beranda asrama

Melalui pintu ini saya membuka dan menutup hari

Dibuka dengan sidik jari terverifikasi

Ditutup. Lalu menekan tombol kalau mau keluar lagi

Disambut dengan cermin besar
(dan beberapa cermin lain
yang bertaburan di mana-mana)

Diperingatkan oleh papan pengumuman

Yuk kita ke lantai tiga! Kamar saya di sana!

Kamar saya di 315, berarti belok kanan
.JPG)
"Saya pulaaaang!"
.JPG)
"Selamat datang! How was your day?"
.JPG)
"Capek ... Ayo kita tidur saja ..."

"Baiklah, tapi jangan lupa ritualnya ..."

Kita buang air kecil

Lalu membasuh muka dan kaki

***
Oia, saya menemukan satu video menarik dari Forghani, seorang mahasiswa asing program doktor di KNU dan ceritanya selama tinggal di KNU.
Dari beranda asrama |
Melalui pintu ini saya membuka dan menutup hari |
Dibuka dengan sidik jari terverifikasi |
Ditutup. Lalu menekan tombol kalau mau keluar lagi |
Disambut dengan cermin besar (dan beberapa cermin lain yang bertaburan di mana-mana) |
Diperingatkan oleh papan pengumuman |
Yuk kita ke lantai tiga! Kamar saya di sana! |
Kamar saya di 315, berarti belok kanan |
"Saya pulaaaang!" |
"Selamat datang! How was your day?" |
"Capek ... Ayo kita tidur saja ..."
|
"Baiklah, tapi jangan lupa ritualnya ..." |
Kita buang air kecil |
Lalu membasuh muka dan kaki |
***
Oia, saya menemukan satu video menarik dari Forghani, seorang mahasiswa asing program doktor di KNU dan ceritanya selama tinggal di KNU.
Sangat menyenangkan! Saya juga jadi iri dengannya, karena saya tinggal di asrama yang sedikit berbeda. Ya, KNU punya banyak asrama bagi mahasiswanya. Yang ditampilkan Forghani dalam videonya itu adalah asrama bagi yang mampu, sedangkan saya, tinggal di asrama kaum papa.
Kamis, 19 September 2013
Kamar 315
Dearest roommates, I dedicate this post for you guys. It's been a month but I think there has been so many great moments to write down. Hope you like it. Please reverse to Hangeul or English in languange tools (see dropdown options above the post-title).
![]() |
Nama Indonesia: Ratna (Nama Korea: 하 진주, Ha Cinju) - ID Nama Indonesia: Bestari (Nama Korea: 이 혜옝, Lee Hyeyeong) - KR Nama Indonesia: Kamelia (Nama Korea: 김 옝지, Kim Yeongci) - KR |
ㄷㄷㄷㄷㄷㄷ! Akhirnya setelah sekian lama menikmati kamar kosan sendirian di Semarang, tiba saatnya berbagi rasa nikmatnya memonopoli sebuah wilayah dengan tiga orang roommates. Ketiganya berasal dari Korea, tepatnya dari Seoul.
Ada Hyeyong (이 헤옝), Yeongchi (안 옝지), Jihyeon (김 지혠). Dibandingkan dengan teman exchange yang lainnya, saya termasuk beruntung karena teman-teman saya ini rata-rata masih mengerti bahasa Inggris. Ka Isna punya roommate yang sama sekali nggak bisa bahasa Inggris. Tapi, berita baiknya, Kak Isna bisa sedikit bahasa Korea. Strong girl! Tapi yang terpenting bagi saya adalah karena saya bisa menemukan teman-teman yang baik seperti mereka. Selama tinggal bersama, kami tumbuh menjadi kelompok teman perempuan yang saling menyayangi dan mengasihi.
Meja belajar, almari dan tempat tidur yang berada di atasnya, ditambah dengan tiga orang baru ini adalah rumahku di Korea. Banyak hal menarik yang terjadi di kamar 315 ini.
Kita harus memberikan banyak pengertian saat kita hidup sekamar dengan orang asing. Eh, tapi kalau saya, saya merasa sayalah yang paling banyak mendapatkan perlakuan spesial dari mereka. Terima kasih, semuanya! Pertama, karena saya sama sekali tidak bisa berbahasa Korea, maka mereka berusaha keras untuk berbicara dalam bahasa Inggris. Saya pikir itu bagus juga buat mereka berlatih. Haha. Yeongchi malah meminta saya untuk mengajarinya TOEFL. Kalau saya, saya selalu meminta mereka mengoreksi tata bahasa Korea saya.
Selain bertukar bahasa, kami juga bertukar cerita. Tentu saja saya yang paling banyak bahan cerita. Dimulai dari shalat, larangan memakan babi dan alkohol, bagaimana orang Indonesia hidup, mengenai batik, kerudung, agama Islam, Tuhan, tangan kanan dan kiri, beberapa makanan khas Indonesia yang saya bagikan, Ramadhan, dan yang paling sulit adalah untuk menjelaskan "kerokan" waktu kak Isna masuk angin. Mereka sepertinya berpikir bahwa hidup di Indonesia itu penuh dengan rasa sakit. Hahahaha.
Memang.
Bagi saya, ini adalah intinya pertukaran pelajar. Banyak orang selalu mengartikan pertukaran pelajar sebagai jalan-jalan, tapi tentu saja semuanya lebih dari itu. Makanya, saya menulis. Bagi mereka teman sekamarku, ini juga pengalaman yang sangat berharga. Terlebih, orang Korea sejak kecil jarang berinteraksi dengan orang asing. Pernah suatu kali Kak Fandy mengadakan survey buat adik-adik kecil. Pertanyaannya adalah "apa yang akan mereka lakukan ketika mereka bertemu dengan orang asing (foreigner)?" kemudian hampir semua anak mencentang pilihan "lari". Kalau di Indonesia? "Minta foto barenglah!"
Suatu waktu yang menarik buat saya adalah waktu Hyeyeong meminta saya menjadi narasumber untuk tugas kuliahnya. Proyek presentasinya adalah proyek presentasi tentang Indonesia.
Waktu itu saya sampai kelimpungan untuk menjelaskan Indonesia dari beberapa perspektif, karena Indonesia adalah sebuah negara yang heterogen. Ia sendiri pun sering kebingungan untuk membedakan mana yang budaya Indonesia dan mana yang merupakan bagian dari ajaran Islam, atau ajaran agama Islam yang sudah terasimilasi dengan tradisi asli bangsa Indonesia. Karena di Indonesia mayoritas penduduknya beragama Islam dan kebetulan saya juga menggunakan hijab, pertanyaan yang ia ajukan paling banyak berputar pada agama Islam. Hyeyeong bahkan meminjam pasmina saya untuk dipakai saat presentasi. Tentu saja saya mengiyakan dan mengajarinya. Siapa tahu dia yang awalnya tidak percaya agama bisa masuk agama Islam di kemudian hari. Amin.
![]() |
Apa kabar? Nama saya Bestari |
Bonus: Cover lagu Taeyang!
Rabu, 18 September 2013
Payungnya Disimpan di Mana?
우산 = Usan, Payung
Sebelum pergantian musim, maka selama satu minggu hujan akan turun setiap hari. Misalnya saat saya datang ke sini, ketika dedaunan masih hijau dan langit bersiap untuk masuk ke musim gugur, hujan terus turun.
Di kampusku, ada satu yang menarik yaitu mesin pembungkus payung. Alat ini ada di beberapa gedung-gedung utama seperti gedung perpustakaan. Nah, sebelum masuk kita harus memasukkan payung ke mesin itu, kemudian menariknya keluar dan voila, kita akan menemukan payung kita sudah terbungkus plastik. Sangat bermanfaat! Ini membuat perpustakaan tidak becek.
Payung di Korea lucu-lucu bentuknya dan coraknya. Ada yang sangat kecil, berrenda, berbentuk pipih, dan ada juga yang transparan. Saya paling suka yang transparan! Baik laki-laki maupun perempuan biasa menggunakannya. Harganya pun cukup terjangkau. Sekitar Rp30.000,00 saja.
Selasa, 17 September 2013
The Student Festival
Minggu ketiga di bulan September adalah minggu yang sangat menyenangkan. Selain karena ini masih bulan pertama dan perasaan masih "asik-asiknya" ada d Korea, kampus KNU menyelenggarakan festival. Dalam bahasa Korea Dae Dong Jae (대동재) Baru kali ini terjun langsung ke kegiatan festifal kampus. Waktu di Semarang, malah tiap ada festival saya lewat aja. *plak*
Booth Indonesia? Yap! Festival kali ini sangat spesial di KNU. KNU baru membuka program pertukaran mahasiswa di beberapa tahun terakhir ini. Mahasiswa internasional untuk program master dan doktoral pun semakin banyak tahun ini. Setiap negara diberikan kesempatan untuk memiliki satu booth. A global village! Yuhu!
Kami, keluarga Indonesia di Chuncheon menjual masakan Indonesia. Iya, masak sendiri dong di sini. Ada mie goreng, martabak, tahu isi, teh kotak. Oia, apa bedanya dengan festival di Indonesia? Kalau biasanya di Indonesia kita harus membayar uang kontrak dengan panitia, justru di sini kami yang diberi uang. Setiap negara diberi uang sebesar 200.000 won, atau sekitar Rp2.000.000,00. Bukan cuma lumayan! Bahkan setelahnya kami bisa menyisihkan uang bersama dan diakhiri dengan makan-makan bersama.
![]() |
Mencoba makanan dari booth India, di sebelah booth Indonesia. Dan ini kami Chuncheon Family + Lusiano dari Angola ^^ berfoto di depan booth Indonesia! |
Oia, ada satu lagi yang menarik! Jadi dalam kegiatan ini, kami, negara-negara yang mayoritas beragama muslim memperkenalan makanan halal. Kami membuat kartu belanja makanan halal di booth negara makanan halal. Nah, di setiap booth, setelah belanja mereka bisa mengumpulkan cap. Kalau cap-nya sudah penuh, bisa dapat makanan gratis dari negara apa saja.
![]() |
Collect the stamps! |
Sangat kreatif dan tidak kompulsif.
Langganan:
Postingan (Atom)