Senin, 09 September 2013

Haus?

Mimik (bahasa Jawa, artinya minum)

Sebelum sampai di Korea, saya sempat mendengar isu bahwa harga soju (arak Korea) lebih mahal daripada harga air mineral. Oh, ternyata salah. Tentu saja. Harga air mineral (600ml) di Korea adalah 500 won. Jika dikonversi ke dalam rupiah, berarti harganya 5000 rupiah. Tapi, mengingat saya anak kampus, tentu caranya jadi berbeda cerita.


Dispenser di Korea dihubungkan langsung ke sumber air tersuling, kemudian disuling ulang di sebuah dispenser. Di dispenser ini pula sebagian air dipanaskan, sehingga kita bisa mengambil air panas dan dingin.


Di tempat publik, kampus menyediakan dispenser di hampir setiap lantai di pojokan gedung. Uniknya, mereka menggunakan kantong kertas sekali pakai sebagai wadah minum. Sangat efisien! Mengingat menggunakan gelas kertas terlalu boros, sedangkan tidak semua mahasiswa membawa botol minumnya. Juga, karena galon isi ulang yang biasa kita gunakan di Indonesia kurang baik untuk kesehatan. Pertama karena sering kali terlalu lama terjemur di bawah sinar matahari yang bisa mengakibatkan air menjadi karsinogen, juga karena proses isi ulang yang berulang. Sayangnya, kita pun tidak punya banyak pilihan, karena infrastuktur di Indonesia belum sebaik di negeri ginseng ini.

Alternatif lainnya urusan minum adalah vending machine. Mesin ini ada di mana-mana. Di setiap fakultas, kafetaria, asrama, dan sering kali juga di pinggir jalan. Meskipun di sekitarnya ada minimarket, mereka masih bertebaran juga. Hahaha.

Oia, orang-orang di Korea rajin minum air mineral. Mereka banyak berolah raga, karena mereka akan jalan ke mana-mana. Sangat jarang yang punya kendaraan pribadi. Bahkan di waktu sengang, mereka masih sempat pergi ke gimnasium. Setelah makan, mereka pun hanya minum air mineral. Sehat, kan? Makanya Mbak-mbak di sini pun caaaantik semua! Termasuk Mbak yang nulis entri ini. Huahaha..



Minumnya dari bagian kertas yang lebih tinggi, ya! Kecuali kamu pesek ... Dudududu ... ♬♬♬

Tidak ada komentar:

Posting Komentar